Banyak orang di Indonesia
kesulitan mencari kerja, sementara itu katanya di luar negeri banyak lowongan
kerja terutama untuk bidang yang berhubungan dengan teknologi informasi, bidang
“high-tech”. Betulkah demikian ? dan apa mungkin lulusan Perguruan tinggi
indonesia bisa bekerja di luar negeri?
Mengutip sebuah survey yang telah
dilakukan oleh PT Work IT Out yang dipimpin oleh Heru Nugroho, meski masih
banyak dibutuhkan di dalam negeri, peluang kerja bagi tenaga kerja TI untuk
keluar negeri pun terbuka luas, Kesempatan tetap terbuka, apalagi didukung oleh
faktor bergesernya dominasi India yang dikenal sebagai sumber SDM TI, tawaran
gajinya pun cukup menggiurkan
Bayangkan, untuk tenaga kerja TI
kelas pemula sampai menengah, perusahaan di luar negeri berani menawarkan upah
sekitar US$ 400 sampai US$ 600 (sekitar Rp 3, 6 juta sampai Rp 5,5 juta) per
bulan. Di kelas yang sama di dalam negeri, paling mereka hanya ditawarkan gaji
sekitar Rp 900.000 sampai Rp 2,5 juta per bulannya. Itu baru yang pemula. Untuk
yang sudah punya keahlian spesifik dan berpengalaman, di luar negeri gajinya
bisa mencapai US$ 2.000 – 2.500 (sekitar Rp 18,2 juta sampai 22,7 juta) per
bulan. Tiga kali lipat dibanding di dalam negeri yang pasarannya sekitar Rp 7
sampai 10 juta.
Bidang kerja TI yang terbuka pun
beragam dan hampir sama dengan yang ada di lokalan. Kebetulan kebanyakan yang
dicari adalah engineer untuk networking dan wireless serta programmer.
Kelihatannya trend yang sedang terjadi adalah orang atau perusahaan ingin
membuat perangkat networking seperti produk dari Cisco. Untuk itu memang
dibutuhkan banyak orang yang dapat membuat program dalam level C, C++ dengan
real-time OS dan memiliki latar belakang (pengetahuan) di bidang telekomunikasi
dan networking. Lowongan webmaster, UNIX administrator pun tidak sedikit.
Jenis-jenis lowongan pekerjaan yang ditawarkan sangat banyak . Hanya saja,
tenaga TI yang memiliki kemampuan terspesialisasi seringkali dicari, sayangnya
agak susah mencari tenaga kerja yang sudah spesifik ini.
Nah, kalau melihat situasi seperti
itu akan sangat mengenaskan jika orang Indonesia yang bergerak di bidang
Teknologi Informasi tidak bisa mendapatkan pekerjaan semacam itu. Masalahnya
memang tidak mudah. Mungkin memang kemampuan hasil perguruan tinggi di
Indonesia tidak memadai ? Berapa banyak sih perguruan tinggi di Indonesia yang
mampu menghasilkan “software engineer” yang handal ? Mungkin di Indonesia baru
mampu menghasilkan programmer kelas papan bawah ? Jika memang anda programmer
atau software engineer yang handal, apakah anda mengenal istilah-istilah ini:
lex, yacc, compiler construction, grammer, token, CMM, dan sebagainya ?
Sebagai gambaran bahwa kebutuhan
terhadap tenaga IT di bidang industri software baik di luar negeri maupun di
dalam negeri, adalah sebagai berikut : Tenaga IT di luar negeri, untuk tahun
2015, diperkirakan 3,3 juta lapangan kerja.
Sedangkan Tenaga IT domestik,
berdasarkan proyeksi pertumbuhan industri pada tahun 2010 target produksi
8.195.33 US $, dengan asumsi produktifitas 25.000 perorang, dibutuhkan 327.813
orang
Selain contoh di atas, kita ambil
negara lain seperti Jerman. Mengapa negara sekaliber Jerman mesti mendapat
suplai tenaga TI dari luar negaranya ? Kurang sumber daya ? Dugaan itu ternyata
betul. Perkembangan pesat teknologi informasi memang tidak hanya membuat
ketar-ketir negara dunia ketiga, negara “dunia pertama” macam Jerman pun mulai
merasakan akibatnya: kekurangan pakar TI yang tidak bisa didapatkan dari
kalangan sendiri.
Maklum, jumlah yang dibutuhkan
juga tak bisa dibilang sedikit. Tercatat saat ini sekitar 75.000 orang
diperlukan oleh Jerman. Itu baru Jerman, belum negara lain. Tahukah Anda
ternyata negara sebesar dan semaju Amerika Serikat pun masih mengimpor tenaga
TI dari negara-negara di Asia, seperti India dan Cina.
Lowongan dari luar Indonesia untuk
tenaga kerja TI kita banyak. yang tercatat bisa puluhan ribu lowongan,” jelas
Edi S. Tjahya, managing director JobsDB.com – sebuah portal informasi lowongan
kerja. Lowongan sebanyak itu pun baru untuk wilayah Asia Pasifik. Secara
kualitatif, kondisi sumber daya manusia Indonesia di bidang IT tidak kalah
kualitas dibanding SDM dari negara seperti India sekalipun, papar Heru Nugroho,
CEO PT Work IT Out, sebuah perusahaan penyalur tenaga kerja TI ke luar negeri.
Di dalam negeri sendiri untuk
layanan informasi publik, tenaga IT yang dibutuhkan untuk sektor ini, ialah
tenaga untuk mengelola e-government. Perkembangan kebutuhan terhadap tenaga
untuk mengelola e-governmet akan sejalan dengan perkembangan implementasi
e-governement. Sebagai gambaran menyeluruh terhadap kebutuhan ini, dapat
dilihat dari jumlah lembaga pemerintah pusat, kabupaten/kota dan lembaga
lainnya. Berdasarkan kasus pengelola e-government di Kalimantan Timur, yang
mengelola e-governemt untuk 14 layanan, menggunakan tenaga IT 11 orang, maka
untuk seluruh instansi pemerintah, memerlukan paling sedikitnya memerlukan
5.489.
Sedangkan layanan komersial,
tenaga IT di bidang ini ialah personil yang bekerja di bidang jasa di berbagai
bidang dimana transaksi dengan konsumen dan kliennya menggunakan dukungan
teknologi telematika, seperti e-bisnis, e-health yang dikelola swasta,
e-education yang dikelola swasta, media saiber. Untuk media saiber, jika
seluruh media cetak dan elektronik yang ada sekarang akan mengembangkan media
saiber dengan perkiraan satu media menggunakan 21 tenaga IT, maka dibutuhkan
40.341.
Sebagai gambaran kebutuhan tenaga
IT di bidang industri di bawah ini dikemukakan dalam konsep blue book yang
disusun ITB (lihat www.bhtv.web.id).
No comments:
Post a Comment