pada artikel sebelum nya sudah ada contoh pengembangan telematika ini hanya sekedar penambah wawasan sekalian berlajar tentang sejarah telematika yang terjadi di indonesia...
di simak ya...hehehehe
Perkembangan Telematika Di Indonesia
Peristiwa proklamasi 1945 membawa perubahan yang bagi masyarakat
Indonesia, dan sekaligus menempatkannya pada situasi krisis jati diri.
Krisis ini terjadi karena Indonesia sebagai sebuah negara belum memiliki
perangkat sosial, hukum, dan tradisi yang mapan. Situasi itu menjadi
‘bahan bakar’ bagi upaya-upaya pembangunan karakter bangsa di tahun
50-an dan 60-an. Di awal 70-an, ketika kepemimpinan soeharto, orientasi
pembangunan bangsa digeser ke arah ekonomi, sementara proses – proses
yang dirintis sejak tahun 50-an belum mencapai tingkat kematangan.
Dalam latar belakang sosial demikianlah telekomunikasi dan informasi,
mulai dari radio, telegrap, dan telepon, televise, satelit
telekomunikasi, hingga ke internet dan perangkat multimedia tampil dan
berkembang di Indonesia. Perkembangan telematika penulis bagi menjadi 2
masa yaitu masa sebelum atau pra satelit dan masa satelit.
1. Masa Pra-Satelit
Radio dan Telepon
Di periode pra satelit (sebelum tahun 1976), perkembangan teknologi
komunikasi di Indonesia masih terbatas pada bidang telepon dan radio.
Radio Republik Indonesia (RRI) lahir dengan di dorong oleh kebutuhan
yang mendesak akan adanya alat perjuangan di masa revolusi kemerdekaan
tahun 1945, dengan menggunakan perangkat keras seadanya. Dalam situasi
demikian ini para pendiri RRI melangsungkan pertemuan pada tanggal 11
September 1945 untuk merumuskan jati diri keberadaan RRI sebagai sarana
komunikasi antara pemerintah dengan rakyat, dan antara rakyat dengan
rakyat.
Sedangkan telepon pada masa itu tidak terlalu penting sehingga anggaran
pemerintah untuk membangun telekomunikasipun masih kecil jumlahnya. Saat
itu, telepon dikelola oleh PTT (Perusahaan Telepon dan Telegrap) saja.
Sampai pergantian rezim dari Orla ke Orba di tahun 1965, RRI merupakan
operator tunggal siaran radio di Indonesia. Setelah itu bermunculan
radio – radio siaran swasta. Lima tahun kemudian muncul PP NO. 55 tahun
1970 yang mengatur tentang radio siaran non pemerintah.
Periode awal tahun 1960-an merupakan masa suram bagi pertelekomunikasian
Indonesia, para ahli teknologi masih menggeluti teknologi sederhana dan
“kuno”. Misalnya saja, PTT masih menggunakan sentral-sentral telepon
yang manual, teknik radio High Frequency ataupun saluran kawat terbuka
(Open Were Lines). Pada masa itu, banyak negara pemberi dana untuk
Indonesia – termasuk pendana untuk pengembangan telekomunikasi,
menghentikan bantuannya. Hal itu karena semakin memburuknya situasi dan
kondisi ekonomi dan politi di Indonesia.
Tercatat bahwa pada masa 1960-1967, hanya Jerman saja yang masih
bersikap setia dan menaruh perhatian besar pada bidang telekomunikasi
Indonesia, dan menyediakan dana walau di masa-masa sulit sekalipun.
Ketika itu pengembangan telekomunikasi masih difokuskan pada pengadaan
sentra telepon, baik untuk komunikasi lokal maupun jarak jauh, dan
jaringan kabel. Indonesia saat itu belum memiliki satelit. Sentral
telepon beserta perlengkapan hubungan jarak jauh ini diperoleh dari
Jerman. Pada saat itu, Indonesia hanya dapat membeli produk yang sama,
dari perusahaan yang sama, yakni Perusahaan Jerman. Tidak ada pilihan
lain bagi Indonesia.
Keleluasaan barulah bisa dirasakan setelah di tahun 1967/1968 mengalir
pinjaman-pinjaman ke Indonesia, baik bilateral ataupun pinjaman
multilateral dari Bank Dunia, melalui pinjaman yang disepakati IGGI.
Akan tetapi, pada masa inipun inovasi dalam pemfungsian teknologi
telekomunikasi masih belum berkembang dengan baik di negeri ini. Peda
dasarnya kita memberi dan memakai perlengkapan seperti switches, cables,
carries yang sudah lazim kita pakai sebelumnya.
Televisi
Badan penyiaran televisi lahir tahun 1962 sebelum adanya satelit yang
semula hanya dimaksudkan sebagai perlengkapan bagi penyelenggara Asian
Games IV di Jakarta. Siaran percobaan pertama kali terjadi pada 17
Agustus 1962 yang menyiarkan upacara peringatan kemerdekaan RI dari
Istana Merdeka melalui microwave. Dan pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI
bisa menyiarkan upacara pembukaan Asian Games, dan tanggal itu
dinyatakan sebagai hari jadi TVRI.
Terdorong oleh inovasi, akhirnya pada tanggal 14 November 1962 untuk
pertama kalinya TVRI memberanikan diri melakukan siaran langsung dari
studio yang berukuran 9x11 meter dan tanpa akustik yang memadai.
Acaranya terbatas, hanya berupa permainan piano tunggal oleh B.J.
Supriadi dengan pengaruh acara Alex Leo.
Lebih setahun setelah siaran pertama, barulah keberadaan TVRI dijelaskan
dengan pembentukan Yayasan TVRI melalui Keppres No. 215/1963 tertanggal
20 oktober 1963. Antara lain disebutkan bahwa TVRI menjadi alat
hubungan masyarakat (mass communication media) dalam pembangunan
mental/spiritual dan fisik daripada Bangsa dan Negara Indonesia serta
pembentukan manusia sosialis Indonesia pada khususnya.
Sampai tahun 1989, TVRI merupakan operator tunggal di bidang penyiaran televise.
Jadi sebelum satelit palapa mengorbit, Indonesia hanya mengenal
telekomunikasi yang bersifat terestrial, yakni yang jangkauannya masih
dibatasi oleh lautan. Telekomunikasi seperti ini tidak bisa menjangkau
pulau-pulau kecuali melalui penggunaan SKKL (Saluran Komunikasi Kabel
Laut) yang mahal dan sulit dipergunakan.
2. Masa Satelit
Satelit Domestik Palapa
Gagasan tentang peluncuran satelit bagi telekomunikasi domestik di
Indonesia bisa ditelusuri asal muasalnya dari sebuah konferensi di
Janewa tahun 1971 yang disebut WARCST (World Administrative Radio
Confrence on Space Telecomunication).
Pada konferensi itu di tampilkan pila pameran dari perusahaan raksasa
pesawat terbang Hughes. Perusahaan inilah yang mengusulkan ide
pemanfaatan satelit bagi kepentingan domestik Indonesia. Hal tersebut
disambut oleh Suhardjono yang berlatar belakang militer dan membawa
masalah satelit itu sampai ke Presiden RI.
Selain pertimbangan kelayakan ekonomi dan teknis, sejarah peluncuran
satelit ini juga diwarnai oleh kepentingan politik dimana hubungan
antara Indonesia dengan negara- negara lain sudah mulai bersahabat. Di
sisi lain, satelit memungkinkan penyebaran luas ideologi negara ke
masyarakat luas melalui TV, satelit juga menguntungkan secara ekonomi.
Komunikasi tentang cara-cara menggali sumber daya alam dapat berlangsung
dengan mudah. Ini berlaku untuk kasus tembaga pura (Freeport) dan di
Dili. Peluncuran satelit Palapa di Cape Canaveral, Florida, bulan
Agustus 1976 pada panel peluncuran terdapat 3 orang Indonesia dan
perwakilan dari perusahaan NASA dan Hughes.
Kejadian ini diresmikan juga melalui pidato kenegaraan oleh presiden
Soeharto di Jakarta, tanggal 16 Agustus 1976. ini merupakan satu-
satunya proyek teknologi yang mendapat tempat terhormat di gedung
Parlemen. Namun peluncuran satelit itu merupakan kebijakan nasional yang
gagasan awalnya dicetuskan oleh pemerintah.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa Indonesia pernah mengalami
ancaman perpecahan. Untuk mempersatukan tanah air yang sangat luas ini
diperlukan sarana perhubungan yang mencakup seluruh wilayah nusantara.
Proses kelahiran satelit ini hanya melibatkan sedikit teknokrat dan
teknolog yang berpihak pada kepentingan Orba.
Dampak Setelah Adanya Satelit Palapa
Dengan semakin bergantungnya Indonesia pada teknologi satelit, muncullah
sejumlah perusahaan yang bergerak dalam produksi perlengkapan terkait,
seperti RFC (milik Iskandar Alisjahbana), LEN (milik Kayatmo), PT. INTI.
Setelah periode itu, aspek bisnis di dunia telekomunikasi mencuat.
Inovasi lebih banyak terjadi pada penyediaan layanan, sementara
pengembangan teknologi untuk komponen berkurang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di tahun 1988 membuat kebutuhan
telekomunikasi melonjak secara drastis. Untuk memenuhi kebutuhan telepon
yang melonjak, disadari pemerintah perlunya perubahan regulasi, yang
kemudian membuahkan UU no. 3 tahun 1989 tentang pengertian
telekomunikasi yang diperluas hingga mencakup alat pengiriman data
seperti facsimile dan telex, dan lain-lainnya.
Sebelum lahirnya UU ini, Telkom dan Indosat disebut sebagai badan
penyelenggara telekomunikasi yang menyediakan seluruh jejaring dan
layanan jasa. Dampak positif dari berlakunya UU tersebut adalah mulai
masuknya pihak-pihak swasta dengan modal yang besar, walaupun dalam
skala usaha yang terbatas.
Mereka datang dengan membawa teknologi baru, tenaga ahli, manajemen yang
baru. Ini semua kemudian menciptakan iklim usaha yang baru dalam
penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Dengan terlibatnya pihak
asing dalam pengadaan dana, teknologi dan menejemen, perkembangan
teknologi telekomunikasi berkembang dengan pesat. Hal ini terjadi
sekitar tahun 1990-an dan dampaknya terlihat mulai tahun 1991 khususnya
terlihat jelas bahwa jangkauan telekomunikasi di Indonesia menjadi
bertambah luas.
Perkembangan teknologipun berkembang pesat, mulai dari pesawat telepon
manual ke otomatis, dan dari analog menjadi digital. Pada gilirannya
perkembangan ini menuntut adanya pengaturan infrastruktur dan
standarisasi peralatan. Tak lama kemudian masuklah teknologi
mobile-telecommunication.
Berkembanglah pemakaian handphone yang bardampak tumbuhnya usaha-usaha
yang tidak hanya menyediakan layanan atau jejaring saja, melainkan juga
membangun pabrik-pabrik dalam upaya pemenuhan kebutuhan akan kabel.
Menarik untuk dicatat bahwa di era serbuan bisnis telekomunikasi itu,
ternyata kaidah dan aturan bisnis professional tidak sepenuhnya diikuti.
Sementara itu faktor politik tampaknya justru mengambil peranan penting.
Kala itu terjadi campur tangan bisnis dari “Keluarga Cendana” yang
mengambil peranan sebagai mitra bisnis PT Telkom dan Indosat yang
kemudian diikuti oleh krono-kroni mereka seperti Liem Sio Liong melalui
“Sinar Mas”- nya dan lain-lain. Di era emas telekomunikasi itu, tumbuh
dorongan kuat agar Bank Indonesia membuka pintunya lebar-lebar bagi
pihak swasta asing.
Bahkan mereka menginginkan adanya privatisasi Telkom dan Indosat dalam
penyelenggaraannya. Dampak dari dorongan ini mencuatnya pandangan bahwa
regulasi yang ada sudah tidak memadai lagi. Di sekitar tahun 1996,
mulailah disusun rencana untuk meninjau kembali UU No. 3 tahun 1989.
Beberapa hal yang diperhatikan dalam review ini adalah :
1. Perkembangan teknologi tahun 1995-1996 itu berbeda sekali dengan di
tahun 1990. ini terutama terjadi akibat konvergensi teknologi, sebagai
fungsi dari berbagai jenis jasa berubah dan timbul jasa-jasa baru yang
perlu diakomodasikan. Konvergensi teknologi bahkan memungkinkan
teknologi dipadu dengan broadcasting, sehingga timbullah telematika,
teleinformatika, teknologi informasi dan lain-lain yang menuntut
kebijakan dan peraturan yang baru.
2. Perkembangan teknologi informasi dan broadcasting itu ternyata tidak
hanya berpengaruh pada masalah politik, dalam artian berita, tetapi juga
iklan yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis. Lebih jauh lagi
dengan berkembangannya telebanking, telekumunikasi sebelumnya dilihat
hanya sebagai public utility, kini berubah menjad bisnis opportunity.
3. Globalisasi ekonomi menciptakan suasana kompetisi yang semakin ketat.
Ini menuntut penyelenggaraan telekomunikasi dengan kualitas layanan
yang semakin tinggi.
Setelah satelit Palapa mengorbit, jangkauan telekomunikasi Indonesia
bisa meliputi seluruh nusantara, dan bahkan ke luar wilayah nusantara.
Satelit telekomunikas itu kemudian bisa dimanfaatkan bukan untuk telepon
tetapi juga untuk berbagai macam keperluan lain seperti, pengiriman
facsimile, telex, dan pengiriman berbagai informasi dalam bentuk lain
termasuk broadcasting. Setelah perkembangan itu semua terwujud,
masyarakat melihat pentingnya peranan telekomunikasi bagi kehidupan
suatu bangsa.
Nusantara 21
Perkembangan satelit dipacu lebih lanjut dengan diresmikannya “Nusantara
21” (N21) oleh presiden RI pada tanggal 27 Desember 1996.
Menggelindingnya N21 menjadi masukan utama untuk pembentukan Tim
koordinasi Telematika Indonesia (TKTI) melalui Kepres No. 30 tahun 1997.
Tugas TKTI menurut Inpres No.6 tahun 2001 tentang pengembangan dan
Pendayagunaan Telematika di Indonesia adalah :
(1) Mengkoordinasikan perencanaan dan memelopori program aksi dan
inisiatif untuk meningkatkan perkembangan dan pendayagunaan teknologi
telematika Indonesia serta memfasilitasi dan memantau pelaksanaannya,
(2) Memperkuat kemampuan menggalang sumber daya yang ada di Indonesia
guna mendukung keberhasilan pelaksanaan semua arah pengembangan dan
pendayagunaan teknologi telematika, melaksanakan forum untuk membangun
consensus antar pihak-pihak terkait di sector pemerintah dan swasta,
serta akses mengakses pengalaman internasional dalam mengembangkan
sistem infrastruktur infomasi nasional.
Tim ini diketuai oleh Menko Produksi Industri Strategis (Ginanjar
Kartasasmita), wakil ketua Menparpostel, beranggotakan tujuh menteri
departemen (Menkeu, Menhankam, Menpen, Mendagri, Menperindag, Menaker,
dan Mendikbud) serta lima menteri negara (Mensesneg, Menristek, MenPAN,
Menivest, Men-PPN).
Visi N21 adalah menyediakan wahana berbasis teknologi telekomunikasi dan
informatika nasional di dalam proses transformasi bangsa Indonesia dari
masyarakat tradisional (traditional society) menjadi sebuah masyarakat
yang berwawasan IPTEK dan berbasis pengetahuan (knowledge based
society).
Konsep N21 merupakan jawaban atas tantangan globalisasi komunikasi dan
informasi berupa jaringan komunikasi terpadu. N21 menggunakan kerangka
pendekatan, antara lain, (a) Memanfaatkan semua teknologi yang dapat
mendukung pembangunan di semua sektor; dan (b) membentuk suatu jaringan
maya informasi atau adi marga informasi (virtual information network
atau anformation superhighway) yang menghubungkan seluruh pelosok tanah
air.
Dengan dikembangkannya N21 maka pada tahun 2000 atau memasuki abad 21
seluruh kecamatan di Indonesia akan mempunyai akses ke semua teknologi
komunikasi dan computer (K-2) dalam suatu jaringan terpadu yang didukung
oleh 11 sistem satelit komunikasi. Sekarang ini baru ada tiga sistem
satelit yang beroperasi, yaitu PSN dengan Palapa 1. telkom dengan Palapa
B4 dan B 2R, dan satelindo dengan Palapa C 1 dan C 2. Pengembangan
infrastruktur fiik mengandung tiga kemungkinan penggunaan, yaitu : (1)
Adiguna Marga Kepulauan (Archipelagic Super Highway), (2) Kota
Multimedia (Multimedia Cities); dan (3) Nusantara Multimedia Community
Acces Centers ( Pusat Akses Masyarakat Multimedia Nusantara).
Tim Koordinasi Telematika Nasional secara paripurna merumuskan cetk biru
pengembangan telematika yang mencakup tiga kelompok utama, yaitu
infastruktur, aplikasi, dan sumber daya.
No comments:
Post a Comment